HAARP adalah kepanjangan dari High Frequency Active Auroral Research Program. Ia merupakan project investigasi yang bertujuan untuk memahami, menstimulasi,dan mengontrol proses ionospheric yang dapat mengubah kinerja komunikasi dan menggunakan sistem surveilans. Proyek ini dimulai pada tahun 1992 dan ditargetkan selesai dalam 20 tahun kedepan, yang jika kita ukur berarti pada tahun 2012.
Namun menurut sebagian kalangan, ada sesuatu yang lebih besar sedang dilakukan di tempat ini, yaitu pengembangan senjata pemusnah massal. HAARP disebut mampu menciptakan banjir dengan memanipulasi penguapan air, mampu menciptakan badai, bahkan gempa bumi.
Dengan kemampuan ini, tentu saja itu berarti Amerika akan mampu menciptakan bencana kelaparan di wilayah yang diinginkannya. Projek ini menurut sebagian kalangan bertanggungjawab terhadap beberapa peristiwa gempa besar, seperti gempa bumi 7,8 skala Richter (SR) di Sichuan China 12 Mei 2008, gempa bumi 7,0 SR di Haiti 12 Januari 2010, dan gempa bumi 8,8 SR di Chile 27 Februari 2010.
Ketika Haiti diguncang gempa bumi berkekuatan 7,0 SR pada 12 Januari 2010 dan menewaskan sekitar 200.000 orang, banyak media massa yang melansir pernyataan Presiden Hugo Chavez kepada surat kabar Spanyol ABC.
Dalam berita tersebut dikatakan bahwa pemimpin Venezuela itu menuduh AS menyebabkan kehancuran di Haiti dengan menguji coba "senjata tektonik". Hal ini sontak memicu media massa Venezuela untuk melaporkan bahwa gempa bumi ini terkait dengan projek HAARP yang dapat menghasilkan perubahan iklim yang tak terduga dan keras.
Isu HAARP sendiri mulai hangat diperbincangkan di Indonesia ketika ditengarai berada dibalik Tsunami Aceh. Sekali lagi ini masih berupa hipotesis, ada yang setuju, ada pula yang menolak.
Menurut M. Dzikron AM, salah dosen teknik di Universitas Islam Bandung, indikasi adanya HAARP dapat dilihat dari para korban Tsunami Aceh. Sebagian besar mayat yang ditemukan terbujur kaku dengan kulit berwarna hitam pekat. Padahal, menurut M. Dzikron kematian akibat tenggelam tidak akan mengubah warna kulit sedemikian cepat dan sedemikian hitam. Kondisi mayat korban Tsunami Aceh sebaliknya lebih nampak sebagai korban dari dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Dalam catatannya pula,National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), beberapa kali merubah data magnitudo dan posisi episentrum gempa, serta kejanggalan tidak adanya peringatan pada ‘seismograf’ di Indonesia dan India. Secara sederhana, gempa selalu dipicu oleh apa yang disebut frekuensi elektromagnetik pada 0,5 atau 12 Hertz, dan bukan merupakan sebuah proses yang terjadi secara mendadak seperti tsunami di Aceh.
Namun sekali lagi ini semua masih hipotesis. Ada yang setuju ada pula yang menolak. Namun sebagai analisa tentu sah-sah saja asal dibarengi bukti dan data kuat. Begitu juga dengan kasus yang terjadi di Jepang. Sebelumnya saya pernah menulis masalah ini dengan judul ‘HAARP, Tsunami Jepang, dan Tanda-Tanda Akhir Zaman.’
Sebuah laporan Amerika berada di balik Tsunami Jepang memang sempat menuju titik terang. Seperti dikutip dari situs http://www.atlanteanconspiracy.com/2011/03/japan-tsunami-caused-by-haarp.html. Terlihat ada grafik peningkatan pergerakan elektromagnetik saat sebelum HAARP diaktifkan dan 36 jam pasca tsunami.
Namun teka-teki betulkah HAARP berada pada Tsunami Jepang akan terus bergulir. Saya sendiri tidak bisa memastikan. Kita ketahui bersama indikasi HAARP tidak saja berada pada level eletktromagenitik, namun juga penampakan aurora di sekitar langit seperti pada kasus gempa Chile. Ini yang mesti dibuktikan.
Aurora sendiri merupakan fenomena pancaran cahaya yang menyala-nya pada lapisan Ionosfer (bagian Atmosfer yang terionisasi oleh radiasi matahari) suatu planet akibat interaksi medan magnetik planet tersebut dengan partikel bermuatan (ion) yang dipancarkan matahari.
0 komentar:
Posting Komentar